Di tengah dinamika organisasi saat ini, khususnya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) , seringkali muncul persepsi bahwa keberhasilan seseorang kader diukur dari posisi jabatan yang berhasil ia raih. Menjadi ketua, sekretaris, atau kepala bidang seringkali dianggap sebagai penanda keberhasilan.
Padahal hakikatnya kaderisasi di dalam HMI jauh lebih luas dari pada itu. Keberhasilan seorang kader tidak melulu soal posisi, tetapi tentang sejauh mana ia bisa memberi manfaat dan membawa nama HMI tetap relevan di tengah perubahan zaman.
di era digital seperti sekarang, tempat berjuang tidak hanya terbatas pada ruang rapat atau mimbar formal. Dunia kini terbuka lebar melalui teknologi, media sosial, desain visual, dan digitalisasi, menjadi arena baru yang tidak boleh diabaikan. Kader HMI harus bisa membaca perubahan zaman ini dan tidak boleh tertinggal oleh kemajuan teknologi
Menurut Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul dalam bukunya "44 indikator Kemunduran HMI" adalah:
“Organisasi besar dan modern seperti HMI sangat disayangkan apabila tidak memiliki media yang representatif sebagai penghubung antar aparat, antar anggota dan pengurus, serta sebagai wadah penyaluran ide dan pemikiran.”
Menjadi kader HMI hari ini bukan hanya bicara soal jabatan, tapi soal kesadaran akan peran dan tanggung jawab sebagai kader umat dan kader bangsa. Era saat ini telah berubah. Dunia hari ini bergerak cepat, dipenuhi oleh perkembangan teknologi, ledakan informasi, dan dominasi media digital. Bila kader tidak mampu beradaptasi, maka lambat laun HMI akan tertinggal, dan organisasi pun kehilangan daya relevansinya.
Di tengah perubahan zaman ini, HMI membutuhkan kader-kader yang mampu menyatu dengan realitas baru. Kader yang memahami pentingnya teknologi, paham kekuatan media, dan melek terhadap perkembangan zaman. Kader yang tidak hanya aktif di forum-forum diskusi internal, tapi juga mampu membawa nilai-nilai ke-HMI-an ke ruang publik melalui medium yang kekinian dan berdampak.
Kita tidak sedang mengurangi makna jabatan — tentu jabatan adalah amanah dan ruang pengabdian. Namun, membesarkan HMI tidak harus menunggu menduduki jabatan strategis. Kader bisa tetap produktif, tetap berkontribusi, dan bahkan lebih besar dampaknya ketika ia mampu menyesuaikan diri dengan zaman, memperluas medan dakwah dan perjuangan intelektual, serta menghadirkan karya-karya yang bermanfaat dan membanggakan.
Menjadi kader HMI hari ini adalah tentang menjadi relevan. Bukan hanya soal posisi, tapi tentang kontribusi. Bukan hanya soal jabatan, tapi tentang kebermanfaatan. Maka tak perlu menunggu jabatan strategis, cukup menjadi kader yang terus tumbuh, bergerak, bermanfaat, dan membawa HMI tetap hidup dalam denyut zaman.(*)